
Ketika mendengar tentang Korea, kebanyakan orang langsung membayangkan Korea Selatan dengan deretan makanan ikonik seperti kimchi, bulgogi, atau tteokbokki. Namun, Korea Utara, meskipun kurang dikenal dunia, juga memiliki warisan kuliner tradisional yang kaya, meskipun diselimuti oleh kehidupan politik yang tertutup dan krisis ekonomi.
Di balik tirai besi yang menyelubungi Korea Utara, kuliner tetap menjadi bagian penting dari identitas budaya. Makanan khas Korea Utara menyimpan rasa sejarah, adat istiadat, dan daya tahan rakyatnya yang luar biasa. Dalam artikel ini, kita akan menyelami dunia kuliner unik dari Korea Utara — dari menu tradisional kerajaan hingga hidangan rakyat sehari-hari.
1. Naengmyeon – Mie Dingin dari Pyongyang

Naengmyeon (냉면) atau mie dingin, adalah makanan paling terkenal dari Korea Utara. Makanan ini berasal dari Pyongyang dan menjadi ikon kuliner Korea Utara yang bahkan populer di Korea Selatan.
Naengmyeon terdiri dari:
- Mie tipis berwarna cokelat keabu-abuan, terbuat dari soba atau buckwheat.
- Kuah dingin berbasis kaldu daging sapi atau ayam, disajikan dalam kondisi es.
Rasanya segar, ringan, dan sedikit asam karena biasanya ditambahkan cuka dan mustard. Naengmyeon dulunya hanya disajikan pada musim dingin, tetapi kini bisa ditemukan HONDA138 sepanjang tahun.
2. Kimchi – Asam Pedas Penambah Nafsu Makan

Kimchi memang lebih dikenal sebagai makanan nasional Korea Selatan, tetapi Korea Utara juga memiliki versi khasnya sendiri.
Kimchi Korea Utara cenderung:
- Kurang pedas karena penggunaan cabai lebih sedikit.
- Lebih asam, karena proses fermentasinya lebih lama.
3. Injogogi – Daging Buatan dari Kedelai

Karena keterbatasan pasokan daging, banyak warga Korea Utara mengembangkan alternatif dari bahan nabati, salah satunya adalah injogogi — daging palsu yang terbuat dari kedelai yang difermentasi dan digulung dengan saus.
Injogogi sering disantap dengan nasi, mie, atau dimakan langsung sebagai cemilan berprotein. Meskipun sederhana, injogogi adalah simbol kreativitas rakyat menghadapi kekurangan bahan makanan.
4. Onban – Sup Kaya Rasa dari Kalangan Bangsawan

Onban adalah makanan tradisional Korea yang dulu disajikan untuk keluarga kerajaan. Di Korea Utara, Pyongyang Onban sangat populer dan dianggap sebagai sajian mewah.
Komposisi:
- Nasi atau mie diletakkan di dasar mangkuk.
- Kuah kaldu ayam disiramkan.
- Ditambahkan dengan daging ayam rebus, jamur, irisan telur dadar, dan daun bawang.
Onban memiliki rasa gurih, hangat, dan sangat mengenyangkan. Di kalangan elit atau dalam acara kenegaraan, onban menjadi simbol kehangatan dan keramahan.
5. Tangogi – Daging Anjing

Di Korea Utara, konsumsi daging anjing (tangogi) masih dianggap biasa dan bahkan mewah. Makanan ini dimasak dalam bentuk sup pedas yang disebut bosintang, disajikan dengan daun bawang, bawang putih, dan rempah-rempah lokal.
Meski kontroversial di dunia internasional, di Korea Utara, hidangan ini masih populer terutama di musim dingin karena dipercaya menghangatkan tubuh dan menambah stamina.
Namun, pemikiran generasi muda mulai berubah seiring pengaruh globalisasi terbatas yang masuk lewat perbatasan China.
6. Kuksu – Mie Tradisional dari Hamhung

Hamhung, kota besar di timur laut Korea Utara, memiliki versi unik dari naengmyeon yang disebut Hamhung Kuksu.
Berbeda dengan Pyongyang Naengmyeon yang lebih lembut dan dingin, Hamhung Kuksu lebih pedas dan tegas — mencerminkan perbedaan budaya antarwilayah di negara tersebut.
7. Tteok – Kue Beras Tradisional

Tteok atau kue beras juga populer di Korea Utara, meskipun tampilannya tidak semeriah di Korea Selatan. Kue ini terbuat dari:
- Beras yang ditumbuk,
- Dibentuk menjadi bulat atau pipih,
- Diisi dengan pasta kacang merah, kacang tanah, atau wijen.
Tteok disajikan dalam upacara pernikahan, hari libur nasional, dan perayaan kelahiran.
-Makanan Jalanan Sederhana
Di kota-kota seperti Pyongyang atau Chongjin, makanan jalanan mulai terlihat, meskipun secara resmi tidak diakui oleh pemerintah. Beberapa di antaranya:
- Mandu (pangsit isi sayur/daging)
- Kimbap versi lokal dengan bahan terbatas
- Roti kukus isi sayuran (semacam bao)
Penjual kaki lima ini muncul karena sistem ekonomi pasar gelap yang tidak bisa dikendalikan sepenuhnya. Bagi warga, ini adalah cara bertahan hidup dan mencari nafkah.
-Hidangan Festival dan Upacara
Setiap acara besar seperti Hari ulang tahun Kim Il-sung (15 April) atau Hari Pembebasan (15 Agustus), rakyat Korea Utara menyantap makanan khusus, seperti:
- Bibimbap versi lokal
- Sup ikan
- Daging panggang (jika tersedia)
Acara ini menjadi momen langka di mana keluarga bisa menikmati makanan lebih mewah dibandingkan hari biasa.
-Tantangan Gizi dan Ketahanan Pangan
Sayangnya, tidak semua warga Korea Utara bisa menikmati makanan dengan layak. Kelaparan dan kekurangan gizi masih menjadi masalah serius, terutama di daerah pedesaan. Banyak orang hanya makan dua kali sehari, dengan nasi jagung dan sup sayur sebagai menu utama.
Namun, dalam kondisi sulit pun, warga tetap menjaga tradisi kuliner mereka — seperti membuat kimchi, mengolah kedelai, atau berburu makanan liar.
Kesimpulan: Kuliner sebagai Cermin Daya Tahan Bangsa
Makanan khas Korea Utara tidak hanya soal rasa, tetapi juga cerita tentang sejarah, daya tahan, dan identitas nasional. Di tengah tekanan ekonomi dan keterbatasan bahan, rakyat Korea Utara tetap menjaga tradisi kuliner dengan cara mereka sendiri.
Naengmyeon, injogogi, onban, hingga tteok adalah bukti bahwa meskipun negara ini tertutup dari dunia, warisan kulinernya tetap hidup dan berharga. Kuliner menjadi salah satu jendela yang bisa menghubungkan dunia luar dengan kehidupan rakyat di dalam — memberi kita gambaran lebih manusiawi di balik berita politik yang seringkali penuh ketegangan.