Bhutan, sebuah kerajaan kecil HONDA138 yang terletak di jantung Pegunungan Himalaya, tidak hanya dikenal karena keindahan alamnya dan filosofi kebahagiaan nasionalnya, tetapi juga karena kekayaan kuliner tradisionalnya yang unik. Makanan Bhutan merupakan cerminan dari iklim pegunungan, budaya Buddhis, dan pengaruh dari negara-negara tetangga seperti Tibet, India, dan China, namun tetap mempertahankan cita rasa khas yang membedakannya. Artikel ini akan mengulas beragam kuliner dan makanan Bhutan, bahan utama yang digunakan, serta tradisi makan yang melekat kuat dalam kehidupan masyarakat Bhutan.
Ciri Khas Kuliner Bhutan
Salah satu ciri paling mencolok dari kuliner Bhutan adalah penggunaan cabai dalam hampir setiap hidangan. Bagi orang Bhutan, cabai bukan sekadar bumbu, tetapi dianggap sebagai sayuran utama. Makanan mereka cenderung pedas dan hangat, sesuai dengan iklim dingin di pegunungan. Selain cabai, bahan utama lainnya yang umum digunakan meliputi keju yak, beras merah, sayur-mayur lokal, daging (terutama sapi, babi, dan ayam), serta berbagai jenis biji-bijian.
Makanan Bhutan biasanya disajikan dalam porsi besar, cocok untuk dimakan dalam keluarga atau komunitas. Kesederhanaan dalam penyajian tidak mengurangi kekayaan rasa yang dihasilkan dari bumbu-bumbu lokal yang kuat.
Hidangan Tradisional Bhutan
Ema Dattshi

Ema Datshi adalah hidangan nasional Bhutan dan wajib dicicipi oleh siapa pun yang berkunjung ke negara ini. Nama “Ema Dattshi” secara umum berarti “cabai dan keju”. sajian ini terdiri dari potongan cabai hijau atau merah yang dimasak dengan keju IokaI yang disebut datshi, sejenis keju kentaI yang terbuat dari susu sapi atau yak. Terkadang, bawang dan tomat juga ditambahkan untuk memperkaya rasa. Hidangan ini sangat pedas dan biasanya dimakan dengan nasi merah Bhutan.
Kewa Datshi

Versi lain dari Ema Datshi, Kewa Datshi menggunakan kentang sebagai bahan utama bersama keju dan cabai. Rasanya sedikit lebih ringan dan cocok untuk mereka yang belum terbiasa dengan tingkat kepedasan makanan Bhutan.
Shamu Datshi

Hidangan ini menggunakan jamur sebagai bahan utama, dicampur dengan keju dan cabai. Shamu Datshi sering dianggap lebih “ramah” bagi pengunjung asing karena teksturnya yang lembut dan rasa keju yang menonjol.
Phaksha Paa

Phaksha Pa adaIah hidangan daging babi yang dimasak dengan lobak dan cabai kering. Kadang-kadang ditambahkan sayuran hijau lokal seperti bayam atau daun sawi. Rasa gurih dari daging berpadu dengan kepedasan cabai membuat hidangan ini populer di kalangan masyarakat Bhutan.
Jasha Maru

Ini adalah semur ayam khas Bhutan, dimasak dengan bawang, tomat, bawang putih, jahe, dan banyak cabai. Meskipun sederhana, Jasha Maru memiliki cita rasa kompleks yang hangat dan menyegarkan.
Momos

Seperti di Nepal dan Tibet, momos juga sangat populer di Bhutan. Hidangan ini mirip pangsiit isi daging atau sayuran yang dikukus atau digoreng. Biasanya disajikan dengan saus cabai pedas. Momo sering dijadikan camilan atau makanan ringan di sore hari.
Bahan Pangan Khas Bhutan
Selain cabai dan keju, bahan pokok lainnya dalam kuliner Bhutan adalah beras merah. Beras ini tumbuh di dataran tinggi dan memiliki rasa yang sedikit bersahaja, cocok untuk dikombinasikan dengan hidangan yang berbumbu kuat. Selain itu, soba dan jagung juga banyak dikonsumsi, terutama di daerah yang lebih tinggi di mana beras sulit tumbuh.
Di daerah pegunungan, daging yak dan produk olahannya seperti mentega, susu, dan keju menjadi sumber protein dan lemak penting bagi masyarakat. Keju datshi yang khas tersebut seringkali berasal dari susu yak dan memiliki rasa tajam yang unik.
Sayur-mayur lokal seperti lobak putih, bayam, daun sawi, jamur liar, dan labu juga banyak digunakan, baik sebagai lauk maupun bahan utama dalam sup dan tumisan.
Minuman Tradisional
Suja – Teh Mentega

Teh ini terbuat dari daun teh, mentega (seringkali dari susu yak), dan garam. Rasanya sangat berbeda dari teh pada umumnya, lebih menyerupai sup gurih. Suja sangat populer di daerah pegunungan karena memberikan kehangatan dan energi.
Ara

Ara adalah minuman alkohol tradisional Bhutan yang dibuat dari fermentasi beras, jagung, atau gandum. Minuman ini bisa disajikan panas atau dingin, dan kerap hadir dalam acara-acara sosial dan perayaan.
Budaya dan Etika Makan
Dalam budaya Bhutan, makanan tidak hanya sekadar kebutuhan fisik, tetapi juga bagian penting dari kehidupan sosial dan spiritual. Makan bersama adalah momen penting untuk berkumpul dan berbagi cerita. Sebagian besar keluarga Bhutan masih memasak di dapur tradisional dengan tungku kayu, yang memberikan aroma khas pada masakan mereka.
Etika makan juga memiliki nilai spiritual. Misalnya, sebelum mulai makan, masyarakat Bhutan seringkali akan meletakkan sejumput makanan di luar sebagai persembahan kepada roh atau dewa pelindung. Tindakan ini menunjukkan rasa syukur dan kehormatan terhadap alam dan spiritualitas.
Pengaruh Luar dan Perubahan Modern
Walau Bhutan cukup tertutup terhadap pengaruh gIobaI hingga beberapa dekade terakhir, perubahan muIai terIihat terutama di ibu kota Thimphu dan kota-kota besar Iainnya. Restoran-restoran modern yang menyajikan makanan India, China, dan Barat mulai bermunculan. Namun demikian, makanan tradisional tetap menjadi pilihan utama di rumah-rumah dan dalam upacara keagamaan maupun adat.
Pemerintah Bhutan juga sangat mendorong penggunaan bahan pangan lokal dan pertanian organik. Bhutan bahkan memiliki ambisi menjadi negara pertama di dunia yang sepenuhnya organik. Ini menunjukkan betapa pentingnya makanan sebagai bagian dari identitas nasional dan filosofi hidup rakyat Bhutan.
Kuliner Bhutan adalah perpaduan yang kaya antara cita rasa pedas, bahan lokal yang unik, serta nilai-nilai budaya dan spiritual yang mendalam. Dari Ema Dattshi yang melegenda hingga Suja yang hangat dan khas, setiap sajian menggambarkan cara hidup masyarakat Bhutan yang sederhana namun penuh makna. Mengunjungi Bhutan tanpa mencicipi makanannya akan terasa kurang lengkap, karena di balik setiap piring tersimpan cerita tentang alam, tradisi, dan kebahagiaan yang menjadi dasar kehidupan bangsa kecil namun luar biasa ini.